Bagi teman-teman yang ingin menyumbang tulisan, kirim ke Email : mahasiswakatolikpapua@gmail.com
Home » » Diskusi Hari Pers, Bahas Independensi Media dan Akses Jurnalis Asing di Papua

Diskusi Hari Pers, Bahas Independensi Media dan Akses Jurnalis Asing di Papua

Written By Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Papua Daerah Istimewa Yogyakarta on Minggu, Februari 10, 2013 | Minggu, Februari 10, 2013



Yogyakarta,Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Papua (FKPMKP) Yogyakarta menggelar diskusi public dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional 2013, Sabtu, (9/2) di Yogyakarta.

Mereka membahas  independensi media massa di Indonesia, khususnya di Papua dan akses jurnalis asing ke Papua.  


Pada diskusi bertema Keberpihakan Pers Terhadap Masyarakat Papua  itu, Tommi Apriando, wartawan mongabay.co.id megatakan, di Indonesia masih ada banyak penyelewengan tanggung jawab dan kewenangan dari para jurnalis.

Media besar seperti Media Indonesia dan Metro TV saja sepenuhnya dikendalikan oleh Surya Paloh. Jika ada wartawannya yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan perintah,  wartawan itu akan dipecat,kata dia.

Faktor lain, menurut dia, independensi media masa di Indonesia, khususnya di Papua dikikis oleh pemerintah. Penayangan berita tentang pelanggran HAM melalui Metro TV beberapa waktu lalu ditegur oleh pemerintah. Bahkan penayangan Good Bye Indonesia di Aljazeere juga oleh pemerintah dianggap tidak obyektif dan tidak berimbang.

Sarjana Lulusan Universitas Indonesia ini menyoroti intansi tertentu di Papua yang kerapkali membayar wartawan untuk mempublikasikan ide mereka. PT Freeport juga dianggap salah perusahaan besar yang sering dituding membayar wartawan dan militer.

Ia juga menyayangkan soal ditutupnya akses jurnalis asing di Papua. Telah lama Pemerintah Indonesia menutup akses Jurnalis asing ke Papua. Kalau pun ada jurnalis asing yang masuk, mereka harus mendapatkan izin tertulis dari Mentri Luar Negeri,katanya. 

Senada juga disampaikan Gerald Bidana. Kata dia, sejak tahun 1963, Indonesia mengisolasi Papua dari pantauan internasional, termasuk jurnalis asing.

Saat ini jurnalis asing dibatasi ke Papua sejak tahun 1963. Padahal, di Papua itu banyak masalah yang harus diangkat, mulai dari masalah social hingga masalah politik. Media-media di Jakarta juga jarang angkat berita obyektif, padahal masyarakat membutuhkan berita yang objektif, kata  Gerald Bidana.(Hery Tebay dan Agus Dogomo/MS)

Editor : Yermias Degei