Bagi teman-teman yang ingin menyumbang tulisan, kirim ke Email : mahasiswakatolikpapua@gmail.com
Home » » Gereja Katolik di Papua Mesti Merakyat

Gereja Katolik di Papua Mesti Merakyat

Written By Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Papua Daerah Istimewa Yogyakarta on Senin, November 03, 2014 | Senin, November 03, 2014




 Bastian Tebai

Gereja Katolik di Papua terdiri dari 5 keuskupan. Dalam menjalankan tugas perutusannya di tengah umat katolik di tanah Papua, kami menilai, Gereja Katolik terkesan tidak merakyat dan membumi.

Gereja Katolik terkesan hadir hanya untuk memberi harapan-harapan akan adanya penyelamatan dari Tuhan, akan adanya proteksi dan campur tangan dari Tuhan dalam hidup bila hidup umat seturut kehendak Tuhan dan sungguh-sungguh berdoa. Hanya di batas itu. Gereja Katolik seperti diam untuk memberi jalan bagaimana maju dan keluar dari multipolemik hidupnya di tanah Papua.




Pelanggaran HAM orang asli Papua meningkat, dan itu ada di 5 kabupaten. Sementara pembunuhan dan pelanggaran HAM lainnya terjadi, para pelayan umat Tuhan berdiam diri. Suara kegembalaan para gembala umat dari gereja Katolik hampir tak ada.


Rakyat mengeluh karena sekolah-sekolah yayasan Katolik mahal dan tak dapat dijangkau umat. Sementara pihak yayasan dan sekolah mengatakan, “yang berkualitas selalu mahal” terus menaikkan biaya. Sekolah yang dikelola yayasan Katolik juga malah memberi kunci jawaban saat ujian nasional, dan cenderung membiarkan sekolah tak berkembang dengan fasilitas dan guru-guru yang lebih baik. Ini menodai gereja Katolik menjadi ‘gereja uang’.


Rakyat mengeluh karena bekerja untuk bangun gedung gereja yang mewah. Fasilitas pastoran, rumah pelayan Tuhan yang baik, sementara pembangunan nilai-nilai iman kristiani melalui komunitas basis (Kombas), kring, stase, tidak terbangun baik dan cenderung terabaikan.


Gedung-gedung megah milik gereja Katolik berdiri saat dapur-dapur umat setiap hari mengepul karena bakar Ubi rebus dan sagu kering untuk makan apa adanya.


Ketika penjara-penjara penuh karena umat Katolik ditangkap, para gembala umat malah tak bereaksi apa-apa di tempat mereka. Ketika umat gembalaannya turun ke jalan karena diganggu tanah ulayatnya, dihilangkan hak hidupnya, diambil paksa hak sumber daya alamnya, gembala umat malah hilang tak berjejak.


Gereja Katolik terkesan hanya mampu bicara di atas mimbar tetapi gagal melindungi domba-domba gembalaannya dan memimpin umat Tuhan menuju hidup yang lebih baik di sisi ekonomi dalam keseharian hidup maupun dalam sisi iman dan spiritual.


Bahkan dalam pemberdayaan bibit lokal untuk menjadi calon pelayan umat di tanah Papua (seminari, Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fadjar Timur), beberapa kasus memperlihatkan ketidakseriusan gereja Katolik dalam membina dan memproteksi bibit lokal.


Kami malah melihat Seminari dan STFT adalah tempat pas bagaimana dominasi luar Papua kental terlihat.


Menyikapi ini, kami Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa katolik seluruh Tanah Papua (FKPMKP) di Daerah Istimewa Yogyakarta mengharapkan gereja Katolik memihak kaum miskin, termarginal, tersingkir yang umumnya adalah orang asli tanah Papua, dengan membumikan pelayanan gereja Katolik.
Kami ingin para pelayan umat mampu mengangkat kearifan local Papua di daerah-daerah sehingga umat lebih menghayati. Kami ingin para pelayan umat mampu membumikan firman Tuhan sehingga mudah dimengerti.


Kami ingin gereja Katolik tanah Papua tidak didominasi oleh yang bukan orang asli Papua. Sehingga setidaknya di atas tanah Papua, dalam pengambilan tanggung jawab di gereja-gereja hingga dalam keterlibatan umat di tingkatan yang lebih tinggi, ada ruang yang terbuka luas bagi orang asli Papua untuk berpartisipasi.Sehingga orang asli Papua juga akhirnya merasa bahwa Tuhan hadir bagi mereka melalui karya dan pelayanan gereja Katolik di tanah Papua.


Yogyakarta, 27 Oktober 2014



Penulis: Badan Pengurus Forum FKPMKP Daerah Istimewa Yogyakarta,
(Ketua)