Oleh: Hery Tebai
Serikat Jesus
(Jesuit) telah pernah berkarya di Papua beberapa tahun silam , yaitu pada 1896.
Dahulu karyanya pelayanannya dipusatkan Kokonao. Bentuk karya pelayanannya
adalah penyebaran Agama dan Firman Tuhan seta pengobatan kepada orang-orang
sakit.
Pastor Jesuit yang
pernah berkarya di Kokonao itu adalah Cornelis Yohan Le Cocq d'Armandville.
Pastor berkebangsaan Belanda ini tewas ditelanombak di Kokonao. Namun karya
pelayanannya tetap dikenag sepanjang masa.
Untuk mengenang
jasa sang Jago Tuhan yang menjadi martir di Papua itu, yayasan Tilemans membuka
sebuah SMP dan diberi nama Le Cocq d’Armanville. Ada juga sebuah SMA milik
yayasan Tilemans yang dikelola oleh Jesuit, SMA ini bernama Adhi Luhur. Namun
karena dikelola oleh para Jesuit, Jesuit menambahkan nama sekolah yang berciri
khas mereka yaitu SMA Adhi Luhur Kolese Lecocq d’Armandville. Dua nama sekolah
ini diberikan untuk menghomati jasa pater Le Cocq dan agar karya pelayanannya
yang silam terus dikenang oleh orang Papua.
Jauh setelah itu,
tahun 2000, Jesuit di perkenan untuk kembali berkarya melayani umat Tuhan di
Papua. Pelayanan kali ini dipusatkan pada pengkaderan pemimpin di Papua,
khususnya di Nabire, melalui pendidikan. Setelah mempertimbangkan bebagai
faktor, Jesuit akhirnya menetapkan untuk mendidika anak-anak Papua, khsusnya di
Nabire, yaitu SMA Adhi Luhur.
Karya Di SMA Adhi Luhur
Di SMA Adhi Luhur,
para Jesuit menerapkan sistem pendidikan beraserama. Sistem pendidikan
beraserama ini hanya berlaku bagi mereka yang tidak memiliki tempat tinggal
yang jaraknya dekat dengan sekolah, itupun jika para siswa berminat. Untuk para
siswa yang memiliki tepat tinggal berdekatan dengan sekolah dan berada di
sekitar kota tidak diperkenankan untuk tinggal di aserama.
Aserama terbagi
menajadi dua, asrerama puteri dan aserama putera. Dalam kehidupan beraserama,
diterpkan sistem hidup yang humanis dan dinamis. Artinya di aserama, para siswa
didik untuk menjadi manusia bagi sesamanya dengan memaknai nilai-nilai
kehidupan yang telah ditanamkan dari sekolah. Sedangkan donamis artinya, dalam
kehidupan beraserama para siswa didik untuk hidup mandiri dan dapat berkarya.
Oleh karena itulah,
disediakanlah ternak dan lahan perkebunan untuk dikelolah oleh para siswa.
Diharapkan setelah menyelesaikan pendidikan dan pindah tempat tinggal para
siswa akan mampu hidup mandiri dan dinamis dalam lingkungan tempat tinggalnya.
Sedangkan di
sekolah, melalui sistem pendidikan yang dirancang oleh sekolah para Jesuit
berupaya menanamkan nilai-nilai humanis dan
kemandirian itu, misalnya dengan membuat kegiatan-kegiatan sekolah yang
peduli akan keadaan lingkungan, kehidupan manusia, dan beberapa yang ada
keterkaitannya secara langsung dengan kehidupan manusia secara langsung. Contoh
kegiatan-kegiatan itu adalah Festival Budaya, Open House, rekoleksi, Latihan
Kepemimpinan Ignasian (LKI) dan beberapa lagi.
Selain mendidik
para penerus bangsa, para Jesuit juga melayani umat di gereja. Keuskupan Timika
memberi kepercayaan untuk melayani umat di gereja Kristus Sahabat Kita (KSK)
Nabire.
Pelayanan lain yang
didiberikan keuskupan Timika dan beberapa keuskupan lainnya yang ada di Papua
adalah mendidika kaum muda yang siap menjadi imam. Dalam hal ini, ada dua
pendidkan yang dilakukan oleh Jesuit.
Pertama, Jesuit
mendidik para lulusan SMA yang ingin dan siap menjadi imam bagi keuskupan
Timika. Artinya, para keuskupan Timika memberika kepercayaan kepada para Jesuit
untuk menyiapkan para tamatan SMA yang ingin dan siap menjadi imam. Pendidikan
tingkatan ini disebut pendidikan KPA(Kelas Persiapan Atas)
Kedua, setelah
mengikuti pendidikan KPA dan beberapa pendidikan lainnya yang terkait, para
calon imam itu diarahkan untuk mengikuti TOR (Tahun Orientasi Rohani). Untuk
tingkat pendidikan TOR dari pulau Papua, enam keuskupan di Papua memberi mandate
kepada Jesuit untuk mendidik para lulusan KPA yang telah menjadi Frater itu.
Untuk pendidikan tingkat TOR ini bukan hanya diikuti oleh mereka yang telah
tamat dari KPA saja tetapi merka yang sebelumnya tidak mengikuti pendidikan TOR
dan lanjut kuliah di bidang filsafat, biasanya dimandatkan utnuk kembali mengikuti
pendidikan TOR di Nabire.
Buah Karya Jesuit Di Nabire
Semenejak Jesuit
hadir di Papua pada tahun 2000, nama kabupaten tetap diharumkan melalui
olimpiade-olimpiade tingkat lokal dan Nasional. Itu adalah karya nyata yang
nampak dalam dunia pendidikan Nabire.
Namun Jesuit juga
mengharumkan nama nama Nabire melalui hubungan komunikasi dan kerja samanya
dengan beberapa sekolah Jesuit lainnya di dalam negeri dan di luar yang
tingkatannya sekolah-sekolah internasional. Sebut saja SMK Pika, SMA Loyola, da
nada beberapa sekolah Jesuit lainnya yang menjadi rekan komunikasi dan kerja
sama. Satu hal yang membanggakan, semua murida dari sekolah-sekolah Jesuit yang
ada di Indonesia mengetahui nama Nabire. Di Nabire itu ada kolese Le Cocq
d’Armandville, Nabire itu ada di Papua, itu mereka tau.
Pendidikan TOR yang
bertempat di Nabire juga turut mengharumkan nama kota tersebut. Beberapa uskup
sering berkunjung ke Nabire untuk mengunjungi para fraternya yang sedang didik
di Nabire. Oleh karena itu pula, nama Nabire biasa diserukan di kalangan umat
katolik. Artinya, nama Nabire turut diharumkan oleh para Jesuit.
Penulis: Mahasiswa
Papua, Tinggal di Yogyakarta