Sebuah Renungan
Sudah
Siapkah Aku Berpacaran?
Apa
berpacaran itu?
Kemungkinan
besar, kamu tidak kesulitan menjawab pertanyaan yang pertama. Tetapi, kamu mungkin
perlu berpikir dulu sebelum menjawab pertanyaan kedua dan ketiga. Apa tepatnya
berpacaran itu?
Sebenarnya,
berpacaran adalah kegiatan antarteman apa pun di mana minat romantismu terfokus
pada satu orang dan minat orang itu terfokus padamu.
Jadi,
jawaban untuk ketiga pertanyaan di atas adalah ya. Entah lewat telepon
atau bertemu langsung, terang-terangan atau diam-diam, jika kamu dan teman
lawan jenis saling memiliki perasaan romantis dan rutin berkomunikasi, itu
berpacaran.
Apa
tujuan berpacaran?
Berpacaran
hendaknya punya tujuan yang terhormat—membantu pria dan wanita muda menentukan
apakah mereka ingin menikahi satu sama lain.
Memang,
sebagian temanmu mungkin tidak menganggap berpacaran itu serius. Barangkali
mereka hanya suka punya teman lawan jenis yang spesial, tanpa berniat menikah.
Ada yang mungkin bahkan menganggap teman seperti itu hanya sebagai piala
atau aksesori untuk dilihat orang demi menaikkan harga diri mereka.
Tetapi,
hubungan yang dangkal seperti itu sering kali hanya seumur jagung. ”Banyak anak
muda berpacaran satu atau dua minggu saja lalu putus,” kata gadis bernama
Heather. ”Mereka menganggap hubungan seperti itu sementara saja—boleh dibilang
mempersiapkan mereka untuk bercerai, bukannya untuk menikah.”
Jelaslah,
sewaktu kamu berpacaran dengan seseorang, kamu memengaruhi perasaan orang itu.
Jadi, pastikan niatmu terhormat.—Lukas 6:31.
Kalau
kamu berpacaran tanpa berniat menikah, kamu bertingkah seperti anak kecil yang
bermain dengan mainan baru lalu membuangnya
Pikirkan:
Apakah kamu mau ada orang yang mempermainkan perasaanmu seolah-olah itu mainan
anak-anak—dipegang sebentar lalu tak lama kemudian ditinggal begitu saja? Kalau
begitu, jangan lakukan itu kepada orang lain! Alkitab berkata bahwa kasih
”tidak berlaku tidak sopan”.—1 Korintus 13:4, 5.
Anak
muda bernama Chelsea berujar, ”Kadang aku pikir pacaran itu hanya untuk
main-main, tapi kalau satu pihak kemudian menganggapnya serius, itu bukan
main-main lagi namanya.”
Tips:
Guna mempersiapkan
diri untuk berpacaran dan menikah, baca 2 Petrus 1:5-7 dan
pilih satu sifat yang perlu kamu upayakan. Dalam sebulan, lihat berapa banyak
kamu belajar tentang—dan mengembangkan—sifat itu.
Apa
aku sudah cukup umur untuk berpacaran?
- Menurutmu, berapa usia yang cocok bagi seorang anak muda untuk mulai berpacaran?
- Sekarang, ajukan pertanyaan itu kepada ayah atau ibumu.
Kemungkinan,
jawabanmu berbeda dengan orang tuamu. Atau, barangkali tidak! Kamu mungkin
termasuk di antara banyak anak muda yang dengan bijaksana menunda berpacaran
sampai cukup dewasa untuk mengenal diri sendiri dengan lebih baik.
Itulah
yang diputuskan Danielle, 17 tahun. Ia berkata, ”Kalau aku ingat dua tahun yang
lalu, apa yang aku anggap syarat penting untuk calon suami kini menjadi sangat
berbeda. Sebenarnya, sekarang pun aku tidak yakin pada diriku sendiri. Kalau
aku sudah merasa kepribadianku stabil selama beberapa tahun, baru aku akan
memikirkan soal berpacaran.”
Ada
alasan lain mengapa menunda itu bijaksana. Alkitab menggunakan frasa ”mekarnya
masa remaja” untuk menggambarkan periode kehidupan ketika dorongan seksual dan
perasaan romantis mulai menguat. (1 Korintus 7:36)
Terus bergaul akrab dengan satu lawan jenis saat kamu masih dalam fase ini bisa
mengobarkan hasratmu dan berujung pada perbuatan salah.
Memang,
itu mungkin sepele bagi teman-temanmu. Banyak di antara mereka mungkin tidak
sabar untuk bereksperimen dengan seks. Tetapi, kamu bisa—kamu mesti—punya cara
berpikir yang lebih baik! (Roma 12:2) Lagi pula,
Alkitab mendesakmu untuk ’lari dari percabulan’. (1 Korintus 6:18) Dengan
menunggu sampai melewati mekarnya masa remaja, kamu dapat ’menjauhkan malapetaka’.—Pengkhotbah 11:10.
Mengapa
menunda berpacaran?
Ditekan
untuk berpacaran padahal kamu belum siap sama seperti dipaksa ikut ujian akhir
suatu mata pelajaran yang belum kamu pelajari. Jelas, itu tidak adil! Kamu
perlu waktu untuk mempelajari mata pelajaran itu agar terbiasa dengan
jenis-jenis soal yang akan keluar di ujian. Begitu juga dengan
berpacaran.
Berpacaran
bukan soal sepele. Jadi, sebelum kamu siap untuk berfokus pada seseorang, kamu
perlu waktu untuk mempelajari ”mata pelajaran” yang sangat penting—cara
menjalin persahabatan.
Di
kemudian hari, sewaktu bertemu orang yang tepat, kamu sudah lebih siap untuk
menjalin hubungan yang solid. Lagi pula, pernikahan yang sukses adalah ikatan
dari dua sahabat.
Menunda
berpacaran tidak akan mengurangi kebebasanmu. Sebaliknya, itu akan memberimu lebih
banyak kebebasan untuk ’bersukacita pada masa mudamu’. (Pengkhotbah 11:9)
Dan, kamu juga akan punya waktu untuk mempersiapkan diri dengan mengembangkan
kepribadianmu dan, yang terpenting, kerohanianmu.—Ratapan 3:27.
Sementara
itu, kamu bisa menikmati pergaulan dengan lawan jenis. Apa cara yang
terbaik? Bergaullah dalam kelompok, laki-laki dan perempuan, dengan pengawasan
yang baik. Gadis bernama Tammy mengatakan, ”Menurutku lebih asyik begini. Lebih
enak kalau kita punya banyak teman.” Monica sependapat. ”Bergaul bersama-sama
adalah ide yang bagus,” ujarnya, ”karena kita bisa bergaul dengan orang-orang
yang punya beragam kepribadian.”
Sebaliknya,
jika kamu terlalu dini berfokus pada satu orang, kamu lebih berisiko sakit
hati. Jadi, jangan terburu-buru. Gunakan masa mudamu untuk belajar caranya
memupuk dan mempertahankan persahabatan. Kelak, jika memutuskan untuk
berpacaran, kamu sudah lebih mengenal dirimu dan apa yang kamu butuhkan dari
seorang teman seumur hidup.
Oleh
Sevianus Urwan, Mahasiswa Papua
Tinggal di Yogyakarta