Ilustrasi foto Mahasiswa Papua. Bisnis-Jabar.com |
Yogyakarta,Bicara soal status
politik Papua tak terlepas dari rentetan sejarah yang terjadi pada beberapa
tahun silam. Kekerasan tak henti-hentinya terjadi setelah Papua dianeksasi pada
tahun 1963 melalui New York Agreement yang penuh dengan rekayasa. Situasi ini
mengundang mahasiswa harus berada di barisan terdepan dan berbicara soal
hak-hak masyarakat Papua, inilah yang dinamakan mahasiswa sebagai agen perubah
agent of change. Tutur Agus Dogomo membuka diskusi.
Setelah kita mengatahui status
politik Papua. Ke-Papua-an apa yang harus kita bangun di tingkat Mahasiswa
Papua? Tanya Dogomo dalam diskusi yang digelar oleh Forum Komunikasi Pelajar
dan Mahasiswa Katolik Papua (FKPMKP) dengan topik Merekonstruksi Kepapuan di
Tingkat Mahasiswa Papua di Hall Kampus
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa Yogyakarta (STPMD), Minggu
(21/04/2013).
Semua persoalan itu muncul karena
status politik Papua khususnya sejarah
Papua yang hingga kini belum diluruskan. Sebenarnya kita sediri bertanya kepada
diri kita, saya ini siapa? Saya ini dari mana? Dengan ini bisa membangun rasa
memiliki terhadap Papua. berdasarkan pergulatan hidup diri sendiri. Kita harus
kembali kepada diri masing-masing dan kesadaran individu. Kata Damianus Goo
Hal itu dipertegas lagi oleh
Albert You, Saya hanya mempertegas bahwa rasa memiliki Papua di kalangan
mahasiswa Papua belum nampak, yang
terlihat sementara ini hanya memikirkan kedaerahan ketimbang Papua secara utuh.
Merangkul banyak orang masuk dalam suatu kelompok sangat sulit disini harus ada
orang yang menjadi motor pengerak.
Mahasiswa Papua harus memiliki
jiwa nasionalisme, harus sadar bahwa saya berasal dari Papua. tanah dan status
politiknya belum terselesaikan hingga kini. Ini tanggung jawab besar yang ada
di pundak mahasiswa. Suatu ujian dan
tanggung jawab terbesar yang ada pada kita sebagai mahasiswa Papua, kalau kita
sudah memunyai rasa memiliki Papua maka di sini kita membangun jiwa perlawanan.
Begitu pula, ketika ada Nasionalisme Papua maka saat itulah kita membangun
pastritiotisme dalam diri kita. Tutur Andi Pigai yang bahasanya diperkuat oleh
Benediktus Degei.
Marianus Tigori berpendapat,
membangun ke-Papua-an ditingkat mahasiswa berarti kita harus melakukan metode
pendekatan individu, kekeluargaan, Pendekatan perorangan, untuk menceritakan
tentang sejarah bangsa Papua. Memang sulit, namun jika kita bisa lakukan ini
terus menerus, lambat laun akan berhasil karena secara tidak sadar nasionalisme
itu akan tertanam dan bertumbuh dengan sendirinya dalam diri setiap orang
Papua.
Pemahaman setiap individu
terhadap suatu persoalan berbeda-beda, ada orang membaca buku, ada pula melalui
diskusi-diskusi sehingga perlunya pengkaderisasian dan memberi pemahaman
melalui diskusi-diskusi sehingga dalam perjuangan ini dan betul-betul berjuang
secara totalitas.
Mengunakan budaya kasih seperti
Yesus dan rela berkorban yang IA lakukan menjadi kunci dalam menyelamatkan
bangsa Papua dari segala konflik multidimensi yang ada saat ini. Cetus Heri
Tebai
Mahasiswa sering disebut agen
perubah. Membangun ke-Papua-an di tingkat mahasiswa Papua adalah kekuatan yang
perlu dan terus dibangun. Membaca buku, berdiskusi, manulis serta memandang
seluruh orang Papua adalah saudara merupakan kunci untuk melawan permasalahan
yang ada saat ini. Ko dari Pante k, ko dari gunung k, kita adalah satu. Kita
Papua. (Yakobus Dogomo/ Ado.dt MS)
Editor : Mateus Ch. Auwe