Membaca judul di atas
saat dalam suasana peringatan hari kembangkitan nasional, mengingatkan kepada
tokoh-tokoh heroisme dalam revolusi sejarah Indonesia. Ataupun bagi pejuang
kemanusiaan di Papua seperti Arnold. C. Ap, Theys Ellway.
Sejarah masa lalu itu menguak, menggugat pemuda negeri ini, menentukan arah kemerdekaan bangsa, disaat atmosfer kemiskinan, penyakit korupsi meraja dan kepentingan golongan agam memperjuangkan UU Pornografi, Syariah dan dengan kedok menyelamatkan negara, tetapi bisa jadi sebaliknya merong-rong negara berasas Pancasila ini tidak menentu akan dibawah kemana?
Sejarah masa lalu itu menguak, menggugat pemuda negeri ini, menentukan arah kemerdekaan bangsa, disaat atmosfer kemiskinan, penyakit korupsi meraja dan kepentingan golongan agam memperjuangkan UU Pornografi, Syariah dan dengan kedok menyelamatkan negara, tetapi bisa jadi sebaliknya merong-rong negara berasas Pancasila ini tidak menentu akan dibawah kemana?
Di tepian sudut lain, judul ini agak jadi bombastis, hiperbolah sehingga niscaya saat sekarang membahas revolusi ataupun revolusioner menjadi suram, kabur dan bahkan buruk. Sudah diberi setriotip penghancuran dan pengrusakan. Bahkan juga sampai ada yang takut dengan kata itu. Ada juga yang sampai mengatakan sudah tidak relevan lagi dibahas di Indonesia. Meskipun kebijakan di negara ini berpihak pada industriawan kapitalis; masyarakat tergusur, tanah masyarakat disita, kekayaan alam air, emas menjadi milik negara luar. Reformasi yang bergulis 1998 sepertinya tidak memiliki gigi lagi. Lalua bagaiman bagi masyarakat di Papua yang mungkin sedikit awam dengan kata itu? Apakah revolusi masi konteks untuk dibahas? Kalau masih apa yang orang Papua harus siapkan? Saya yakin, bukan materi yang harus kita siapkan tetapi HATI YANG TULUS UNTUK MEMPERJUANGKAN KEBENARAN! ini menurut saya, kita bisa beda to...
Jiwa Revolusioner
Revolusi atau perubahan dalam waktu yang cepat atas nama rakyat tertindas menjatukan penguasa dan mengganti sistem ketatanegaraan sebagai sumber ketertindasan dan kemelaratan rakyat oleh pemerintah papitalis ataupun diktator dan kolonialisme. Para pemimpin revolusilah yang biasa disebut revolusioner. Dalam arti lebih luas sebagai sebuah istilah atau kontruksi kata ini menunjuk orang yang bertindak melakukan perubaha terhadap keadan yang tidak diterimah.
Revolusioner mirip pejuang, tetapi pejuang saja tidak cukup sangat umum, bisa murtat, menghianati sahabat-sahabatnya. Pejuang layak ditambah sejatinya menjadi perjuang sejati. Pejuaang sejati yang tidak pernah menyerah atas idealisme yang dicita-citakan. Bahkan sampai mati sekalipun ditembak, dipasung dalam penjarah ataupun dieksekusi di depan umum. Itulah seorang revolusioner. Kalau ada penilain berbeda, dipermonggo supaya berdemokrasi to...
Kehadirannya seorang revolusioner dimata penguasa dan kakitangannya dipandang sebagai musuh. Mereka dianggap penghasut, propokator, penyemprot gas beracun kepada masyarkat. Ekstrimya mereka disamakan dengan penjahat yang mesti dieksekusi. Pandangan negatif itu membuktikan ketakutan penguasa, pemilik modal dan kakitangannya kepada seorang revolusioner.
Sosok ini selalu siap berjuang menyadarkan rakyat yang melarat, bawa sistem yang membodohi rakyat adalah musuh rakyat. Memberikan penyadaran, bahwa rakyat tidak layal menerimah pemerintah otoriteritarian yang seolah-olah semua baik, aman, tentram damai menerima status mereka yang miskin, menderita melarat, terlunta-lunta di negeri sendiri sebagai nasib atau kutukan Tuhan.
Ia adalah jiwa yang telah membebaskan diri lebih dahulu dari pikiran kerdil penguasa penjajah untuk memina bobokan dengan iming-iming uang, jabatan, suku, agama. Dia tidak mudah dibeli oleh semua itu. Jiwanya selalu besar, tidak tunduk menyembah pada hal duniawi yang dapat menyesatkan pikiran dan jiwanya menajadi tandus, kerdil, kering dan mati sudah!
Aktivitasnya menarik dan mendatangkan simpati rakyat. Perbuatanya radikal, siap diikuti, dan mengajak rakyat mandiri tidak bergantun pada penguasa yang berupaya menanamkan pikiran kerdil membunuh kemanusian.
Jiwanya yang sejati relah menaru diri pada perjuang kemerdekaan, kebebasan, cintah kasih. Atas dasar ini, seorang revolusioner membangkitkan kesadaran, perlawanan kepada mereka yang bermata dua, pura-pura cinta damai, namun sesungguhnya tidak tulus cintai kemerdekaan, kebebasan, cinta kasih. Tidak pernah dia mengatasnamakan agama, negara dan jabatan. Perjuangannya atas nama kemanusiana.
Pribadi pemberani ini cerdas megerti rantai ketertindasan yang mempertahankan sistem ketidak adil. Karismanya akan membuat masyarakat semakin gelisah, tidak akan tinggal diam dan tidak takut kepada penguasa tangan besi.
Ia adalah seorang motivator yang dapat membangkitkan semangat dan kekuatan masyarakat. Membuat rakyatnya siap dan relah meluapkan keberanian menghadapi panser, tank, militer, pesawat tempur dan militernya. Masyarakat akan melawan, menuntut kebebasan kemerdekaan, perdamaian dan memperjuangkan cintah kasih.
Pribadi ini dikagumi dan tidak takut pada banyaknya tangk, tidak takut pada meriam, pada bedil muliter dan sama sekali tidak takut pada pengucilan, pengusiran, kemunafikan hukum, bahkan tidak takuta pada kematian. Dia pertarukan hidup untuk suatu perubahan menuju kemerdekaan, kedamaian, dan cinta kasih.
Berbalik dari itu, seorang revolusioner takut bila tidak memperjuangnakan kebenaran, keadilan, kejujuran, kemerdekaan, perdamaian dan cintah kasih demi kemanusiaan. Artinya orang ini jiwanya hanya takut kepada kebenaran Tuhan Allah yang mencintai kemanusiaan.
Pribadi seperti ini tidak penyembah agama dan negara yang melakuka tindakan kebiadapan membunuh banyak orang mengatasnamakan negara, kekuasaan dan demi agama Allah. Menurut jiwa seorang revolusioner, Allah tidak bernegara, tidak beragama. Allah hanya berkemanusiaan!
Yesus Revolusiner Sejati?
Pantaskah putra Yusuf tukang kayu dan Maria, yaitu Yesus dari Nazaret sebagi sosok revolusioner? Pertanyaan itu agaknya memicu kontrevesial dari jejeran buku mengenai Yesus, seperti Davici Code terjemahan bahasa Indonesia.
Duduk persolan apakah Yesus yang merubah dunia melalui ajarah cintah dan kasih layak disebut revolusioner? Menurut beberapa pandangan, Yesus tidak pernah berjuangan melakukan revolusi kemerdekaan mengakat nasip rakyatnya yang tertindas di zamannya.
Tetapi dalam kata-kata, ucapan dan perbuatanya namapak ada upaya menentang Romawi, Imam_imam Ahli Taurat dan terutama orang picik hatinya. Namun, nampaknya perjuagnanya dilakukan dengan cintah kasih menentang akar ketertindasan.
Ada tiga akar keterpenjajahan saat Yesus hidup. Pertama kerajana imperium Romawi yang sedang menjajah. Ketika itu masyarakat menderita, pajak sangat tinggi, masyarakat miskin dan melarat, di negerinya sendiri. Penderitana Kedua, Imam-Imam kepala pada saat menjadikan taurat Musa untuk menghukum penduduk setempat. Ketiga, yang paling ditentang adalah kepicikan hati manusia yang percaya politeisme (banyak dewa) dan tidak percaya pada Tuhan.
Sebagai pribadi yang ditentang sekaligus diterima, guru cinta kasih itu tampil di antara ketiga akar keterjajahan saat, namun tidak pernah DIA menempatkan Romawi maupun Imam-Imam Taurat sebagai lawan. Cintah kasih yang dinyatakan lewat tutur kata, perbuatan yang tulus dan muzisat memukau dan telah menarik simpati banyak orang. Janda-janda miskin, penderita cacat dan sebagainya menerima dan mengatakan Yesus sebagai Mesias atau penyelamat.
SANG pembawa kabar gembira bagi semua orang itu, ternyata bagi para-ahli Taurat Musa, Kerajaan Romawi, dan orang picik adalah pribadi yang mengacam kejayaan dan kekuasaan. Meskipun dalam kesetiaannya melayani DIA tidak pernah memilih-milih.
Pelayan setia itu, melayani semua orang dan menjadi teman semua orang tanpa membedakan bangsawan dan rakyat jelata. Kerajaan Romawi dan Imam-Imam Taurat, memberikan gelar di sebaai “Raja Orang Yahudi” itu sebagai penghasut atau provokator, dan bahkan penentang.
Anak tukang Kayu, Yusif itu dipandang musuh, karena ucapannya, dinilai tampak sedang melawanan Romawi dan Alih Taurat serta pribadi manusia yang congkak. Mencermati tutur katanya, Yesus seperti mengajak membangkang terhadap kerajaan Romawidan Imam Taurat.
DIA datang untuk menyelamatkan orang picik. Secara terang-terangan menentang mengajak orang picik untuk bertobat. Meskipun dituduh menentang Romawi dan ajaran tradisi Taurat Musa yang diterapkan sangat kaku oleh Imam-imam kepala. Misalnya menurut turat Musa Orang dilarang bekerja di hari sabat, Yesus malah melakukan mujizat penyembuhan di hari sabat. Melempari orang berzina, Yesus mengatakan siapa yang tidak pernah melakukan dosa boleh melempar dll bisa tambakan sendiri.
Ketika pengikutnya makin banyak, Romawi dan Imam-Imam Taurat semakin ketakutan. Meski tidak ada kesalahan Yesus ditangkap, dengan alasan mengujat pemerintahan dan Imam-imam Taurat. Pribadi yang setia pada kebenaran Allah itu diperlakukan sebagai seorang penjahat. Ini bukti, bahwa penguasa, para alih Taurat, dan orang picik sangat takut terhadap cinta kasih dan kebenaran akan ALLah.
Pribadi yang suka menghibur dan cinta damai, dalam memperjuangan keberanan ILLHI tidak dilakukannya tanpa ada kekerasan, tidak menghendaki pentumpahan dara apa lagi melukai orang lain pun DIA tidak relah.
PRIBADI yang bertentangan dengan para perjuangan revolus denga menghalalkan segalah cara, seperti ayah dari Yudas Iskariot adalah seorang yang mengakat senjata menentang Roamwi dan dia pun mati disalipkan sebagai penjahat.
Sebagai seorang pejuang sejati, PRIBADI yang tabah itu telah memperjuangkan tujuan ILLAHI. Yesus menunjukan keberanianya relah memikul salip tanda penghianata Imam-imam tahuara dan Romawi. PENEYELAMAT jiwa diperlakukan seperti seorang penjahat, mati dipaku dan ditombak di kayu salip.
Dialah seorang revolusioner sejati. Meskipun tidak menumbangkan kerajaan Romawi, tetapi ajaran cinta kasih meradikal dan merubah dunia. Ajarannya meluas, sampai saat ini Yesus dikenang sebagai palawan cinta kasih yang berani merubah dunia.
Reovolusioner sejati ini memberikan harapan dan menjajikan sebuah kehidupan yang lebih tentram dan damai bila mengedepankan cinta kasih dan kebenaran. Sampai saat ini masih tersuarakan, dan akan menjadi abadi dalam sejarah hidup manusia. DIA akan dikenang sepangjang masa.
DIA Petunjuk Jalan
Yesus menujukan suatu jalan menuju revolusi, bahwa revolusi akan terjadi bilah manusia meninggalkan kepicikan bertobat kepada Allah dan melawan anti kemanusiaan dengan rendah hati tanpa kekerasan dengan cinta kasih. Ajaran itu mengispirasi Mahatma Gandhi.
Menurut Stananley Wolpert, dalam karyanya Berjusul Mahatma Gandhi Sang Penakluk Kekerasan Hidup dan Ajarannya, sedikit menguraikan sosok Yesus yang dikagumi Gandhi. Gerakan yang di pimpin Gandhi mengutamakan Ahimasa (menyamakan dengan tanpa Kekerasan), atau dia lebih suka mendefinisikannya sebagai “cinta” dengan Tuhan. Dia juga yakin bahwa “kebenaran (satya) adalah Tuhan,” dan mencurakan hidupnya untuk pencarian passionate.
Passionate Gandhi meliputi tapas yang mengajarkan untuk melupakan ketakutan. Dengan melakukan perjuangan tanpa kekerasan, Mahatma Gandi memimpin rakyat India untuk bebas dari penjajah Inggris. Selain itu, kita kenal Marten Luter Pendeta pemimpin perjuangan tanpa kekerasan menentang rasis di Amerika. Ada Uskup Romero, Bunda Teresia dari Calkuta, sebelum kematinanya telah melakukan karya besar untuk orang miskin, serta Romo Mangun Wijaya dengan karyanya dan sebaganya.
DIA Pangil Nama Saya
Dengar DIA memangil nama saya, juga DIA memangil namamu. Bergiranglah setiap manusia yang Dipanggil oleh NYA. DIA memanggil semua orang, tanpa kenal bangsa, suku, golongan, agama.
Terutama, bergiranglah orang Kristen yang hidup menurut ajaran Kristus guru cinta kasih dan berpegang pada Alkitap sebagai dasar Iman kepada Allah untuk melanjutkan karya penyelamatan yang diwariskan Yesus.
Ingat, kata DIA, JANGAN TAKUT, AKU MENYERTAIMU. DIA menjadi spirit kita mewartakan cinta kasih, memperjuangkan, kemerdekan, kebenaran, dan kemanusiaan. Meskipun tidak mesti seektrim Yesus dan mereka yang disebutkan di atas. Kita terpanggil menajadi penabur benih kebenaran, cinta kasih dan kemanusiaan di dalam keluarga, di dalam menjalankan tugas profesi dan di dalam hidup bertetangga disekitar kita. Amin. (Longginus Pekei/Yogya, Bulan Sepuluh, Hari Dua puluh tiga, 2008)